it's all my hobby

Its all my hobby

Minggu, 22 November 2015

LP DAN ASKEP KLIEN DENGAN CARSINOMA NASOFARING

 Laporan Pendahuluan dan askep klien dengan carsinoma nasofaring

1.     Definisi
       Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.Keganasan ini termasuk 5 besar bersama kanker mulut rahim, payudara, kulit dan getah bening sedangkan pada laki-laki merupak tumor yang paling banyak ditemukan.
Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang mempunyai predisposisi rasial yang sangat mencolok. Insidennya paling tinggi pada ras Mongoloid terutama pada penduduk di daerah Cina bagian selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia penyakit ini ditemukan pertamakali oleh Banker pada tahun 1926, kemudian laporan kasus dalam jumlah cukup banyak baru setelah tahun 1953. Keganasan ini ditemukan lebih banyak pada laki-laki dari perempuan dalam perbandingan 2,5:1.
Nasofaring sendiri merupakan bagian nasal dari faring yang mempunyai struktur berbentuk kuboid.Banyak terdapat struktur anatomis penting di sekitarnya.Banyak syaraf kranial yang berada di dekatnya, dan juga pada nasofaring banyak terdapat limfatik dan suplai darah.Struktur anatomis ini mempengaruhi diagnosis, stadium, dan terapi dari kanker tersebut.

2.     Etiologi
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit  juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi.



3.      Patofisiologi
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini .Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma.EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus.Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
PENENTUAN STADIUM :
TUMOR SIZE (T)
T
Tumor primer
T0
Tidak tampak tumor
T1
Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring
T3
Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx
Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0
Tidak ada pembesaran
N1
Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2
Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3
Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh
-    Stadium I :T1 No dan Mo
-    Stadium II :T2 No dan Mo
-    Stadium III :T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
-    Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Moatau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
2.  Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4.  Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5.  Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
         Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.



4.     Manifestasi Klinis
      Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain:
1.  Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2.  Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3.  Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. 
     Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher                                   
      Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.

5.Komplikasi   
            Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:
1)      Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker. Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup pasien.

2)      Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.

3)      Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat disebabkan oleh terapi radiasi.

4)      Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18 bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.

Komplikasi kronis adalah:
1)      Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.

2)      Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.

3)      Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
4)      Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai pada trakea sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen menjadi terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
5)      Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah mencapai lapisan otak, dan menekan/menyesak duramater otak sehingga merangsang peningkatan tekanan intra kranial.

6. .Penatalaksanaan
1. Radioterapi 
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
2. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
4. Kemoterapi 
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut.Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.




5. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
6.Pencegahan
       Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah dengan resiko tinggi.Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti VCA dan lgA anti EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.
B.Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring
1. PENGKAJIAN
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara     
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.  
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
1. Aktivitas
Kelemahan atau keletihan.Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
2. Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan
3. Integritas ego   
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit. 
6. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
7. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8. Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
9. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
10. Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
11. Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung  
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
  2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
  3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
  4. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
  5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
  6. Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan
  7. Defisit self care b/d kelemahan
  8. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.

3.      PERENCANAAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
Setelah dilakukan askep .. jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas  dengan Kriteria :
1.    Tidak ada panas
2.    Cemas tidak ada
3.    Obstruksi tidak ada 
4.    Respirasi dalam batas normal 16-20x/mnt
5.    Pengeluaran sputum dari jalan nafas
6.    paru bersih
Airway Management/Manajemen jalan nafas
Bebaskan jalan nafas.
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi apakah klien membutuhkan insertion airway
Jika perlu, lakukan terapi fisik (dada)
Auskultasi suara nafas, catat daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
Berikan bronkhodilator, jika perlu
Atur pemberian O2, jika perlu
Atur intake cairan agar seimbang
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
Monitor status pernafasan dan oksigenasi

Airway Suctioning/Suction jalan nafas
     · Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning
     · Lakukan suction pada endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
2
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:
     · Klien melaporkan nyeri berkurang skala nyeri 2-3
     · Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat dan tidur
     · V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)
Manajemen nyeri :
     · Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
     · Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
     · Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
     · Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
     · Kurangi faktor presipitasi nyeri.
     · Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
     · Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
     · Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
     · Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
     · Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
     · Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :
     · Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
     · Cek riwayat alergi..
     · Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
     · Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
     · Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
     · Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis
Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
     · kaji pola makan klien
     · Kaji adanya alergi makanan.
     · Kaji makanan yang disukai oleh klien.
     · Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
     · Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
     · Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
     · Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
     · Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
     · Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
     · Monitor lingkungan selama makan.
     · Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
     · Monitor adanya mual muntah.
     · Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
     · Monitor intake nutrisi dan kalori.
4
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep …… jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000), 
Konrol infeksi :
     · Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
     · Batasi pengunjung bila perlu.
     · Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
     · Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
     · Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

     · Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
     · Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
     · Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
     · Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
     · berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi
     · Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
     · Monitor hitung granulosit dan WBC.
     · Monitor kerentanan terhadap infeksi..
     · Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
     · Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
     · Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
     · Ambil kultur jika perlu
     · Dorong istirahat yang cukup.
     · Monitor perubahan tingkat energi.
     · Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
     · Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
     · Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
     · Laporkan kecurigaan infeksi.
     · Laporkan jika kultur positif.
5
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya kognitif
Setelah dilakukan askep ........jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
     · Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali penjelasan yang telah dijelaskan
     · Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan.
Teaching : Dissease Process
     · Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
     · Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
     · Sediakan informasi tentang kondisi klien
     · Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
     · Sediakan informasi tentang diagnosa klien
     · Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
     · Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
     · Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
     · Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
     · Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
     · Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
     · Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
     · Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
     · kolaborasi dg  tim yang lain.
6
Risiko aspirasi b/d inefektifnya reflek menelan
Setelah dilakukan askep …. jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrol
Kriteria Hasil :
     · Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi normal (16-20x/mnt).
     · Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral hygien, serta posisi tegak selama M/M
     · Menghindari factor risiko
     · Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal
Aspiration precaution
     · Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
     · Monitor status paru
     · Pelihara jalan nafas
     · Monitor v/s
     · Lakukan suction jika diperlukan
     · Cek nasogastrik sebelum makan
     · Hindari makan kalau residu masih banyak
     · Potong makanan kecil kecil
     · Haluskan obat sebelum pemberian
     · Naikkan kepala 30-45 derajat pada saat dan setelah  makan
     · Jika pasien menunjukkan gejala mual muntah, posisikan klien miring.
     · Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah / menelan
7
Defisit self care b/d kelemahan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
  · Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
  · Kebersihan diri pasien terpenuhi
Bantuan perawatan diri
     · Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
     · Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
     · Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
     · Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
     · Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
     · Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
     · Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
     · Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
8
Harga diri rendah b/d perubahan gaya hidup
Setelah dilakukan askep ….  jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:
     · Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
     · Menjaga postur yang terbuka
     · Menjaga kontak mata
     · Komunikasi terbuka
     · Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
     · Menerima kritik yang konstruktif
     · Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
Peningkatan harga diri
 · Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
 · Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
 · Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
 · Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
 · Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
 · Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
 · Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
 · Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
 · Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif  terhadap dirinya
  · Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
  · Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
  · Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
  · Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
  · Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
  · Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
  · Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
 · Monitor tingkat harga diri















DAFTAR PUSTAKA

Arya, Fandy. 2013. Laporan Pendahuluan Askep Pada Klien (dalam :http://fandyarya2.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-askep-pada-klien.html ). diakses tanggal 15 september 2014.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC).Fourth Edition. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 oleh NANDA International. Jakarta : EGC
Bulechek ,Dochterman. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier.
Putra, semara. 2012. Laporan pendahuluan pada klien  dengan ca nasofaring (dalam : :http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/10/29/laporan-pendahuluan-askep-pada-klien-dengan-ca-nasofaring-2/). Diakses tanggal 15 September 2014
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar